Spirit
Kolektivitas Solusi Mengatasi Banjir
Melqy de rantau
Banjir besar
kembali melanda Jakarta akibat Hujan lebat yang mengguyur Ibu Kota. Bahkan, banjir
kali ini menghantam kawasan strategis, aktivitas penduduk Jakarta terhambat. Akses menuju perkantoran menjadi
terhambat pula. Pelayanan publik pun juga terbengkalai masyarakat jadi panik,
apalagi hujan tidak kunjung reda, diprediksi bakal terjadi hujan lagi. Akibat derasnya
efek banjir ini. Gubernur
DKI, Jokowi menerapkan kebijakan cuti bersama warga Ibu Kota. Namun,
pada sisi lain banjir juga dapat mendinginkan hawa panas DKI akibat suhu
politik yang meninggi “kian memanas” jelang pemilu 2014, iklim politik Jakarta
memanas, apalagi pasca Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hanya 10 partai politik
yang lolos mengikuti pesta demokrasi lima tahunan. Akibat banjir tersebut
kerugian Negara mencapai 23 Mliar. Karena banjir yang melanda
Ibu Kota kali ini, dianggap lebih hebat dari banjir tahun 2002 dan 2007 lampau. Lalu siapa yang
salah dan siapa juga yang seharusnya bertanggung jawab meyelesaikan banjir
tersebut? Menurut penulis kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sebab, perilaku
manusia yang tidak akrab dengan lingkungannya merupakan undangan tidak langsung. Tak heran kalau
banjir datang. Ulah manusia yang seenak sendiri dan kerapkali memperlakukan alam lingkungannya.
Eksploitasi semena-mena terhadap alam sekitar, akan mengakibatkan alam
"memberontak" atas perilaku yang diterimanya. Oleh karena
itu, mengatasi banjir di Jakarta perlu
kesadaran kolektif klegial dari pelbagai pihak (spirit kolektivitas).
Dalam konteks ini, banjir yang terjadi di Jakarta tidak hanya menjadi tanggung
jawab Pemrov DKI. Tetapi pemerintah pusat pun mesti terlibat dalam meyelesaikan
problem banjir, Dan tak kalah pentingnya kesadaran masyarakat menjadikan banjir
sebagai masalah kolektivitas.
Artinya, banjir yang terjadi
saat ini adalah masalah kita bersama dan untuk menyelesaikannya juga dibutuhkan
spirit kolektif dari pelbagai pihak termasuk masyarakat. Selain itu,
solusi yang solutif dalam megatasi banjir tidak hanya sekadar membangun
infrastruktur saja tetapi dibutuhkan langkah yang progresif dari pemerintah secara
praktis bukan hanya retorika yang berujung pada “gagal” dalam menanggulangi
banjir. Dan tentunya langkah progresif ini harus bersifat jangka panjang alias
tidak temporer. Karena banjir ini tidak menutup kemungkinan hanya terjadi
sekarang tetapi bisa jadi ini akan berkelanjutan. Namun, kita optimistis banjr
ini akan segera terselesaikan dan tidak terjadi lagi. Sebab kita tidak pernah
berharap datangnya banjir. Setidaknya, Pemprov DKI telah melakukan langkah kongkrit.
Misalnya, pengerukan sungai, rencana pembuatan sumur-umur resapan, hingga
memperbanyak RTH di sejumlah wilayah di Jakarta. Yang merupakan bagian dari
rencana jangka pendek, menengah, dan panjang. Salah satunya dengan membuat
waduk untuk memarkir air sebelum masuk ke Jakarta. Ini adalah adalah langkah
yang patut diapresiasi. Tetapi langkah tersebut tidak hanya berhenti alias sementara,
namun harus berkelanjutan. Dan yang tak kalah penting juga spirit kolektif yang
mesti ditanamkan karena banjir yang terjadi saat ini adalah masalah bersama.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar