Selasa, 29 Januari 2013


Spirit Kolektivitas Solusi Mengatasi Banjir
Melqy de rantau
Banjir besar kembali melanda Jakarta akibat Hujan lebat yang mengguyur Ibu Kota. Bahkan, banjir kali ini menghantam kawasan strategis, aktivitas penduduk Jakarta terhambat. Akses menuju perkantoran menjadi terhambat pula. Pelayanan publik pun juga terbengkalai masyarakat jadi panik, apalagi hujan tidak kunjung reda, diprediksi bakal terjadi hujan lagi. Akibat derasnya efek banjir ini. Gubernur DKI, Jokowi menerapkan kebijakan cuti bersama warga Ibu Kota. Namun, pada sisi lain banjir juga dapat mendinginkan hawa panas DKI akibat suhu politik yang meninggi “kian memanas” jelang pemilu 2014, iklim politik Jakarta memanas, apalagi pasca Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hanya 10 partai politik yang lolos mengikuti pesta demokrasi lima tahunan. Akibat banjir tersebut kerugian Negara mencapai 23 Mliar. Karena banjir yang melanda Ibu Kota kali ini, dianggap lebih hebat dari banjir tahun 2002 dan 2007 lampau. Lalu siapa yang salah dan siapa juga yang seharusnya bertanggung jawab meyelesaikan banjir tersebut? Menurut penulis kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Sebab, perilaku manusia yang tidak akrab dengan lingkungannya merupakan undangan tidak langsung. Tak heran kalau banjir datang. Ulah  manusia yang seenak sendiri dan kerapkali memperlakukan alam lingkungannya. Eksploitasi semena-mena terhadap alam sekitar, akan mengakibatkan alam "memberontak" atas perilaku yang diterimanya. Oleh karena itu, mengatasi banjir di Jakarta perlu kesadaran kolektif klegial dari pelbagai pihak (spirit kolektivitas). Dalam konteks ini, banjir yang terjadi di Jakarta tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemrov DKI. Tetapi pemerintah pusat pun mesti terlibat dalam meyelesaikan problem banjir, Dan tak kalah pentingnya kesadaran masyarakat menjadikan banjir sebagai masalah kolektivitas.
Artinya, banjir yang terjadi saat ini adalah masalah kita bersama dan untuk menyelesaikannya juga dibutuhkan spirit kolektif dari pelbagai pihak termasuk masyarakat. Selain itu, solusi yang solutif dalam megatasi banjir tidak hanya sekadar membangun infrastruktur saja tetapi dibutuhkan langkah yang progresif dari pemerintah secara praktis bukan hanya retorika yang berujung pada “gagal” dalam menanggulangi banjir. Dan tentunya langkah progresif ini harus bersifat jangka panjang alias tidak temporer. Karena banjir ini tidak menutup kemungkinan hanya terjadi sekarang tetapi bisa jadi ini akan berkelanjutan. Namun, kita optimistis banjr ini akan segera terselesaikan dan tidak terjadi lagi. Sebab kita tidak pernah berharap datangnya banjir. Setidaknya, Pemprov DKI telah melakukan langkah kongkrit. Misalnya, pengerukan sungai, rencana pembuatan sumur-umur resapan, hingga memperbanyak RTH di sejumlah wilayah di Jakarta. Yang merupakan bagian dari rencana jangka pendek, menengah, dan panjang. Salah satunya dengan membuat waduk untuk memarkir air sebelum masuk ke Jakarta. Ini adalah adalah langkah yang patut diapresiasi. Tetapi langkah tersebut tidak hanya berhenti alias sementara, namun harus berkelanjutan. Dan yang tak kalah penting juga spirit kolektif yang mesti ditanamkan karena banjir yang terjadi saat ini adalah masalah bersama.**    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar